Thursday, October 26, 2017

PENELITIAN KUALITATIF ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA

A.    PENDAHULUAN
Metode kualitatif banyak digunakan dalam berbagai studi teologi, termasuk studi Biblika. Berbeda dengan ilmu sosial, sejak awal teologi menggunakan metode kualitatif disamping metode spekulatif reflektif. Bahkan, salah satu metode yang pada awalnya adalah metode penelitian teologi, yaitu Hermeneutik, dipakai juga dalam ilmu sosial.

Rancangan penelitian kualitatif yang digunakan dalam ilmu humaniora, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu politik, dan banyak ilmu lain, dapat juga digunakan pada teologi.

B.     GROUNDED THEORY
Grounded theory ialah sebuah metodologi umum untuk mengembangkan teori berdasarkan data yang secara sistematik dikumpulkan dan dianalisis (Strauss dan Corbin). Penelitian itu bisa mengikutsertakan metode kualitatif meskipun pada kenyataannya, banyak menggunakan metode kualitatif.
Dalam penelitian tersebut, peneliti berupaya memperoleh sebuah teori dengan memakai lebih dari satu tahap pengumpulan data dan lebih dari satu tahap perbaikkan serta antar-hubungan kategori informasi. Teori yang dihasilkan terutama adalah teori subtantif atau teori yang didasarkan pada penelitian atas satu bidang substantif khusus, bukan teori formal atau teori umum. Teori umum dapat diperoleh langsung dari data dan teori substantif adalah batu loncatan menuju teori umum.
Seperti teori yang diperoleh dengan penelitian lain, grounded teori juga terdiri atas pernyataan hubungan-hubungan yang mungkin di antara konsep-konsep atau perangkat-perangkat konsep. Perbedaannya, teori yang diperoleh dengan metode tersebut diupayakan agar padat konsep. Dalam upaya itu, peneliti memerhatikan pola-pola aksi dan interaksi antara berbagai subjek dan perubahan pola aksi/interaksi, serta perubahan hubungan karena perubahan internal atau eksternal (Strauss dan Corbin).
Ciri utama penelitian Grounded Theory (metode perbandingan terus menerus) adalah adanya perbandingan terus menerus antara data dan kategori yang sedang muncul serta sampling teoritis dari kelompok yang berbeda untuk mempertegas perbedaan atau persamaan informasi berdasarkan perspektif banyak subjek. Salah satu contoh proposal penelitian keagamaan di Indonesia yang menggunakan metode Grounded Theory adalah Posisi Berbeda Agama dalam Kehidupan Sosial di Pedesaaan (Abdurrahman dalam Sumardi, 1982:138-148).
Schlegel (1984:10-13) menjelaskan pengertian penelitian Grounded sambil mempertentangkannya dengan penelitian verifikasi. Dalam penelitian verifikasi, peneliti bertolak dari teori, konsep, dan hipotesis yang logis dan sudah ada sebelum penelitian, setelah itu, data dikumpulkan. Hasilnya teori diperkuat, ditolak, atau diubah. Schlegel juga menegaskan bahwa menguji teori itu penting, tetapi pengembangan teori juga penting. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori dapat dikempangkan dengan penelitian Grounded. Pengembangan tidak selalu berarti dari tidak ada menjadi ada, tetapi juga berarti elaborasi teori yang sudah ada. Dalam penelitan Grounded, data merupakan sumber teori. Pada saat membentuk teori, peneliti secara terus menerus menguji teori yang sedang muncul dengan data yang terus bertambah (bukan dilakukan sebagai tindak lanjut sebuah riset). Tindakan tersebut memungkinkan adanya teori yang padat konsep. Karena berdasarkan data secara kokoh, teori itu disebut Grounded Theory. Adapun langkah-langkah penelitian Grounded Theory disimpulkan sebagai berikut:
1.      Sesuai dengan tujuan penelitian (misalnya menggambarkan dan menjelaskan sebuah pranata sosial sebuah kelompok masyarakat), peneliti terjun mengumpulkan data.
2.      Data langsung dianalisis sehingga kategori-kategori muncul (tidak seperti metode kuantitatif yang menunda analisis sampai semua data terkumpul). Kegiatan penelitian dikembangkan selama penelitian. Dengan kata lain, hasil analisisnya menentukan kegiatan penelitian selanjutnya.
3.      Data yang semakin bertambah lalu dianalisis untuk menemukan ciri-ciri penting dari setiap kategori. Hal tersebut menjadi sifat-sifat yang membedakan kategori-kategori. Pengumpulan datalebih lanjutt, kategori-kategori, serta sifat-sifatnya, terus menerus disesuaikan dengan data. Kategori-kategori yang sangat penting dipertahankan, yang tidak berguna dipisahkan.
4.      Memunculkan hipotesis dengan menemukan hubungan di antara kategori-kategori utama. Sesuai dengan hipotesis, penelitian dilanjutkan untuk memperbaiki hipotesis dan menyusun hipotesis lain. Hipotesis benar akan menjadi bagian teori, hipotesis yang tidak benar dibuang.
5.      Memunculkan teori dengan mempertimbangkan hubungan hipotesis satu sama lain. Setelah itu, penelitian dilanjutkan sampai terbentuk teori yang lengkap.

C.    ETNOGRAFI
Etnografi disebut juga penelitian kebudayaan. Dalam penelitian tersebut, peneliti menyelidiki satu kelompok kultural apa adanya dalam kurun waktu lama. Data dikumpulkan melalui pengamatan, bahkan pengamatan partisipatif (pengamatan dengan melibatkan diri). Oleh sebab itu, Atkinson dan Hammersley mengaitakn etnografi dengan pengamatan partisipan dan menegaskan bahwa metode etnografi, secara substansial atau sebagian, melakukan pengamatan partisipan.
Pengamatan partisipan itu dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan, apakah sepenuhnya atau sebagian, bergantung kepada seberapa banyak orang mengetahui peneliti sebagai peneliti, apa yang diketahui, kegiatan-kegiatan yang diikuti peneliti, dan sejauh mana peneliti memandang diri sebagai orang dalam atau orang luar. Di samping pengamatan, Danandjaja (1990) mengatakan bahwa metode etnografi adalah wawancara.
Peneliti dapat memperoleh pengertian awal mengenai kelompok dengan merujuk pada dokumen-dokumen yang ada, sebagai persiapan untuk hidup di antara informan dalam waktu beberapa bulan. Hal itu dilakukan untuk mencapai keadaan yang disebut rapport atau keadaan intim, bebas dari kecurigaan secara rasional maupun emosional yang terjalin di antara seorang peneliti dan kelompok responden atau informannya (Danandjaja, 1990).
Proses penelitian Etnografi bersifat luwes dan biasanya muncul secara kontekstual, sebagai tanggapan atas kenyataan hidup yang dihadapi di lapangan. Selama meneliti peneliti terus membuat catatan mengenai semua pengamatan, interaksi, dan bisa juga menindaklanjuti pengamatan itu dengan wawancara mendalam secara kualitatif. Data kemudian dicatat secara harafiah kata demi kata, dan jika memungkinkan memasukkan data memakai bahasa merek yang berperan serta. Pusat perhatian penelitian etnografi adalah untuk memperoleh gambaran penuh dan terperinci tentang kelompok itu dari informan.
Hasil penelitian etnografi dapat disebut teori Grounded, karena salah satu metode analisis yang dipakai disebut “metode perbandingan terus-menerus” (Rudestam dan Newton, 1992). Dengan metode perbandingan terus-menerud, data secara sistematis diatur ke dalam sebanyak mungkin tema dan kategori makna. Pada saat kategori-kategori muncul dan diperbaiki, peneliti mulai mempertimbangkan bagaimana kategori-kategori itu berhubungan satu sama lain dan apa implikasi teorinya.
Adapun hal-hal yang membedakan rancangan riset kualitatif dengan penelitian etnografi adalah:
1.      Masalah dan perhatian. Penelitian etnografi berupaya untuk memhami, mengartikan, dan menjelaskan cara orang-orang dalam sebuah kelompok, organisasi, kelompok masyarakat, atau menjalani kehidupan, berpengalaman, dan memahami hidup mereka, dunia mereka, masyarakat mereka atau kelompok mereka. Dengan kata lain, perhatiannya adalah pada sejumlah kecil kasus atau satu kasus terperinci.
2.      Sifat pengetahuan. Penelitian etnografi boleh memakai deskripsi, penafsiran, dan oenjelasan. Penelitian etnografi boleh secara induktif (deskriptif dantinterpretif) atau deduktif (bekerja dan teori). Namun penelitian tersebut lebih menekankan penjajakan atas sifat gejala sosial yang khusus, bukan untuk menguji hipotesis.
3.      Hubungan peneliti dengan yang diteliti. Peneliti harus bersikap senetral mungkin meskipun harus berkecimpung di dalam apa yang ditelitinya dan mengalaminya (sebagai partisipan sampai tingkat tertentu).

D.    FENOMENOLOGI
Dalam penelitian fenomenologi, pengalaman manusia diperiksa melalui penjelasan terperinci dari orang-orang yang diselidiki. Prosedur penelitian fenomenologi mliputi oenyelidikan sejumlah kecil orang serta melalui keterlibatan yang lama dan luas untuk mengembangkan pola dan pertalian makna. Dalam proses tersebut, peneliti mengesampingkan pengalamnnya sendiri agar dapat mmahami pengalaman informan.
Pengalaman informan tersebut, adalah pengalaman yang diterima begitu saja oleh seseorang yang mengalaminya dari anggota-anggota kelompok. Pengalaman tersebut ditentukan oleh kumpulan pengetahuan berupa gambaran, teori, ide, nilai, dan sikap yang berasal dari masyarakat. Pengetahuan itu jugalah yang dipakai menafsirkan pengalaman, memahami intensi dan memotivasi orang lain, mencapai pengertian antar subjek, dan mengkoordinasikan tindakan.
Pusat penelitian fenomenologi adalah pengalaman orang setepat mungkin. Peneliti fenomenologi akan menggambarkan dan menjelaskan makna pengalaman manusia. Peneliti juga berupaya untuk memperoleh apa yang ada dibalik penggambaran orang mengenai pengalamannya. Untuk itu, dalam penelitan fenomenologi, peneliti akan menggunakan teknik wawancara atau percakapan papnjang sebagai sumber data. Kecakapan penting yag harus dikuasai oleh peneliti fenomenologi adalah mendengarkan, mengamati dan membentuk aliansi emfatik dengan subjek.

E.     HERMENEUTIK
Rudestam dan Newton (1990) menjelaskan bahwa hermeneutik adalah interpretasi teks atau makna tertulis. Hermeneutik sebagai bidang studi khusus, dipelopori oleh sarjana alkitab yang memaknai analisis tekstual dan interpretasi untuk mendapatkan makna dari teks keagamaan. Tujuan pemakaian ancangan hermeneutik pada data adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai konteks yang memberikan makna. Misalnya, sebuah teks kuno mungkin dianalisis dalam konteks hitoris, dengan pemikiran bahwa maknanya dapat diterapkan pada masalah-masalah masa kini. Makna itu harus dipahami oelh pemakai riset, tetapi tetap dalam kerangka acuan pengarangnya.
Hermeneutik mengharuskan peneliti kembali berulang-ulang ke sumber data, mengadakan dialog dengan sumber data itu, mencoba memahami makna bagi pembuatnya, dan mencoa mengintegrasikannya dengan makna bagi peneliti.
Dalam penelitian hermeneutik, perbuatan manusia diperlakuakn seolah-olah memiliki struktur “tekstual”. Peneliti dengan ancangan tersebut ikut terlibat dalam kegiatan praktis sehari-hari dari orang-orang yang ditelitinya. Metode hermeneutik beranggapan bahwa suatu kegiatan tertentu hanya dapat dipahami bersama dengan konteks tempat kejadian itu muncul. Jadi hermeneutik berbeda dari metode orientasi empiris yang menganggap sebuah kegiatan tertentu bisa dipahami sebagai sebuah abstraksi atau satu kelompok hubungan sebab akibat.
Yang membedakan penelitian hermeneutik dengan penelitian kualitatif lainnya adalah:
1.      Masalah dan perhatian. Hermeneutik sangat mengupayakan perolehan pemahaman yang luas mengenai konteks data, lingkungan kemunculannya, dan yang membernya makna.
2.      Sifat pengetahuan. Hermeneutik menggunakan proses dialogis yang bersifat terbuka dan berulang-ulang terhadap objek penelitian (teks), setiap kali dengan peningkatan pengertian dan sebuah penafsiran yang lebih lengkap.

3.      Hubungan peneliti dan pokok penelitian. Peneliti hermeneutik sangat terlibat dalam proses penjelasan sehingga masuk ke dalam konteks data.

No comments:

Post a Comment