A.
PENDAHULUAN
Metode kualitatif
banyak digunakan dalam berbagai studi teologi, termasuk studi Biblika. Berbeda
dengan ilmu sosial, sejak awal teologi menggunakan metode kualitatif disamping
metode spekulatif reflektif. Bahkan, salah satu metode yang pada awalnya adalah
metode penelitian teologi, yaitu Hermeneutik, dipakai juga dalam ilmu sosial.
Rancangan penelitian
kualitatif yang digunakan dalam ilmu humaniora, sosiologi, antropologi,
psikologi, ilmu politik, dan banyak ilmu lain, dapat juga digunakan pada
teologi.
B.
GROUNDED
THEORY
Grounded theory ialah
sebuah metodologi umum untuk mengembangkan teori berdasarkan data yang secara
sistematik dikumpulkan dan dianalisis (Strauss dan Corbin). Penelitian itu bisa
mengikutsertakan metode kualitatif meskipun pada kenyataannya, banyak
menggunakan metode kualitatif.
Dalam penelitian
tersebut, peneliti berupaya memperoleh sebuah teori dengan memakai lebih dari
satu tahap pengumpulan data dan lebih dari satu tahap perbaikkan serta
antar-hubungan kategori informasi. Teori yang dihasilkan terutama adalah teori
subtantif atau teori yang didasarkan pada penelitian atas satu bidang
substantif khusus, bukan teori formal atau teori umum. Teori umum dapat
diperoleh langsung dari data dan teori substantif adalah batu loncatan menuju
teori umum.
Seperti teori yang
diperoleh dengan penelitian lain, grounded teori juga terdiri atas pernyataan
hubungan-hubungan yang mungkin di antara konsep-konsep atau perangkat-perangkat
konsep. Perbedaannya, teori yang diperoleh dengan metode tersebut diupayakan
agar padat konsep. Dalam upaya itu, peneliti memerhatikan pola-pola aksi dan
interaksi antara berbagai subjek dan perubahan pola aksi/interaksi, serta
perubahan hubungan karena perubahan internal atau eksternal (Strauss dan
Corbin).
Ciri utama penelitian Grounded Theory (metode perbandingan terus menerus) adalah adanya
perbandingan terus menerus antara data dan kategori yang sedang muncul serta sampling teoritis dari kelompok yang berbeda
untuk mempertegas perbedaan atau persamaan informasi berdasarkan perspektif
banyak subjek. Salah satu contoh proposal penelitian keagamaan di Indonesia
yang menggunakan metode Grounded Theory adalah Posisi Berbeda Agama dalam
Kehidupan Sosial di Pedesaaan (Abdurrahman dalam Sumardi, 1982:138-148).
Schlegel (1984:10-13)
menjelaskan pengertian penelitian Grounded
sambil mempertentangkannya dengan penelitian verifikasi. Dalam penelitian
verifikasi, peneliti bertolak dari teori, konsep, dan hipotesis yang logis dan
sudah ada sebelum penelitian, setelah itu, data dikumpulkan. Hasilnya teori
diperkuat, ditolak, atau diubah. Schlegel juga menegaskan bahwa menguji teori
itu penting, tetapi pengembangan teori juga penting. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa teori dapat dikempangkan dengan penelitian Grounded. Pengembangan tidak selalu berarti dari tidak ada menjadi
ada, tetapi juga berarti elaborasi teori yang sudah ada. Dalam penelitan Grounded, data merupakan sumber teori. Pada
saat membentuk teori, peneliti secara terus menerus menguji teori yang sedang
muncul dengan data yang terus bertambah (bukan dilakukan sebagai tindak lanjut
sebuah riset). Tindakan tersebut memungkinkan adanya teori yang padat konsep. Karena
berdasarkan data secara kokoh, teori itu disebut Grounded Theory. Adapun langkah-langkah penelitian Grounded Theory
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Sesuai dengan tujuan penelitian
(misalnya menggambarkan dan menjelaskan sebuah pranata sosial sebuah kelompok
masyarakat), peneliti terjun mengumpulkan data.
2.
Data langsung dianalisis sehingga
kategori-kategori muncul (tidak seperti metode kuantitatif yang menunda
analisis sampai semua data terkumpul). Kegiatan penelitian dikembangkan selama
penelitian. Dengan kata lain, hasil analisisnya menentukan kegiatan penelitian
selanjutnya.
3.
Data yang semakin bertambah lalu
dianalisis untuk menemukan ciri-ciri penting dari setiap kategori. Hal tersebut
menjadi sifat-sifat yang membedakan kategori-kategori. Pengumpulan datalebih
lanjutt, kategori-kategori, serta sifat-sifatnya, terus menerus disesuaikan
dengan data. Kategori-kategori yang sangat penting dipertahankan, yang tidak
berguna dipisahkan.
4.
Memunculkan hipotesis dengan menemukan
hubungan di antara kategori-kategori utama. Sesuai dengan hipotesis, penelitian
dilanjutkan untuk memperbaiki hipotesis dan menyusun hipotesis lain. Hipotesis benar
akan menjadi bagian teori, hipotesis yang tidak benar dibuang.
5.
Memunculkan teori dengan
mempertimbangkan hubungan hipotesis satu sama lain. Setelah itu, penelitian
dilanjutkan sampai terbentuk teori yang lengkap.
C.
ETNOGRAFI
Etnografi disebut juga
penelitian kebudayaan. Dalam penelitian tersebut, peneliti menyelidiki satu
kelompok kultural apa adanya dalam kurun waktu lama. Data dikumpulkan melalui
pengamatan, bahkan pengamatan partisipatif (pengamatan dengan melibatkan diri).
Oleh sebab itu, Atkinson dan Hammersley mengaitakn etnografi dengan pengamatan
partisipan dan menegaskan bahwa metode etnografi, secara substansial atau sebagian,
melakukan pengamatan partisipan.
Pengamatan partisipan
itu dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan, apakah sepenuhnya atau sebagian,
bergantung kepada seberapa banyak orang mengetahui peneliti sebagai peneliti,
apa yang diketahui, kegiatan-kegiatan yang diikuti peneliti, dan sejauh mana
peneliti memandang diri sebagai orang dalam atau orang luar. Di samping
pengamatan, Danandjaja (1990) mengatakan bahwa metode etnografi adalah
wawancara.
Peneliti dapat
memperoleh pengertian awal mengenai kelompok dengan merujuk pada
dokumen-dokumen yang ada, sebagai persiapan untuk hidup di antara informan
dalam waktu beberapa bulan. Hal itu dilakukan untuk mencapai keadaan yang
disebut rapport atau keadaan intim, bebas dari kecurigaan secara rasional
maupun emosional yang terjalin di antara seorang peneliti dan kelompok
responden atau informannya (Danandjaja, 1990).
Proses penelitian
Etnografi bersifat luwes dan biasanya muncul secara kontekstual, sebagai
tanggapan atas kenyataan hidup yang dihadapi di lapangan. Selama meneliti
peneliti terus membuat catatan mengenai semua pengamatan, interaksi, dan bisa
juga menindaklanjuti pengamatan itu dengan wawancara mendalam secara
kualitatif. Data kemudian dicatat secara harafiah kata demi kata, dan jika
memungkinkan memasukkan data memakai bahasa merek yang berperan serta. Pusat perhatian
penelitian etnografi adalah untuk memperoleh gambaran penuh dan terperinci
tentang kelompok itu dari informan.
Hasil penelitian
etnografi dapat disebut teori Grounded, karena salah satu metode analisis yang
dipakai disebut “metode perbandingan terus-menerus” (Rudestam dan Newton,
1992). Dengan metode perbandingan terus-menerud, data secara sistematis diatur
ke dalam sebanyak mungkin tema dan kategori makna. Pada saat kategori-kategori
muncul dan diperbaiki, peneliti mulai mempertimbangkan bagaimana
kategori-kategori itu berhubungan satu sama lain dan apa implikasi teorinya.
Adapun hal-hal yang
membedakan rancangan riset kualitatif dengan penelitian etnografi adalah:
1.
Masalah dan perhatian. Penelitian etnografi
berupaya untuk memhami, mengartikan, dan menjelaskan cara orang-orang dalam
sebuah kelompok, organisasi, kelompok masyarakat, atau menjalani kehidupan,
berpengalaman, dan memahami hidup mereka, dunia mereka, masyarakat mereka atau
kelompok mereka. Dengan kata lain, perhatiannya adalah pada sejumlah kecil
kasus atau satu kasus terperinci.
2.
Sifat pengetahuan. Penelitian etnografi
boleh memakai deskripsi, penafsiran, dan oenjelasan. Penelitian etnografi boleh
secara induktif (deskriptif dantinterpretif) atau deduktif (bekerja dan teori).
Namun penelitian tersebut lebih menekankan penjajakan atas sifat gejala sosial
yang khusus, bukan untuk menguji hipotesis.
3.
Hubungan peneliti dengan yang diteliti. Peneliti
harus bersikap senetral mungkin meskipun harus berkecimpung di dalam apa yang
ditelitinya dan mengalaminya (sebagai partisipan sampai tingkat tertentu).
D.
FENOMENOLOGI
Dalam
penelitian fenomenologi, pengalaman manusia diperiksa melalui penjelasan
terperinci dari orang-orang yang diselidiki. Prosedur penelitian fenomenologi
mliputi oenyelidikan sejumlah kecil orang serta melalui keterlibatan yang lama
dan luas untuk mengembangkan pola dan pertalian makna. Dalam proses tersebut,
peneliti mengesampingkan pengalamnnya sendiri agar dapat mmahami pengalaman
informan.
Pengalaman
informan tersebut, adalah pengalaman yang diterima begitu saja oleh seseorang
yang mengalaminya dari anggota-anggota kelompok. Pengalaman tersebut ditentukan
oleh kumpulan pengetahuan berupa gambaran, teori, ide, nilai, dan sikap yang
berasal dari masyarakat. Pengetahuan itu jugalah yang dipakai menafsirkan
pengalaman, memahami intensi dan memotivasi orang lain, mencapai pengertian
antar subjek, dan mengkoordinasikan tindakan.
Pusat
penelitian fenomenologi adalah pengalaman orang setepat mungkin. Peneliti fenomenologi
akan menggambarkan dan menjelaskan makna pengalaman manusia. Peneliti juga
berupaya untuk memperoleh apa yang ada dibalik penggambaran orang mengenai pengalamannya.
Untuk itu, dalam penelitan fenomenologi, peneliti akan menggunakan teknik
wawancara atau percakapan papnjang sebagai sumber data. Kecakapan penting yag
harus dikuasai oleh peneliti fenomenologi adalah mendengarkan, mengamati dan
membentuk aliansi emfatik dengan subjek.
E.
HERMENEUTIK
Rudestam dan
Newton (1990) menjelaskan bahwa hermeneutik adalah interpretasi teks atau makna
tertulis. Hermeneutik sebagai bidang studi khusus, dipelopori oleh sarjana
alkitab yang memaknai analisis tekstual dan interpretasi untuk mendapatkan
makna dari teks keagamaan. Tujuan pemakaian ancangan hermeneutik pada data
adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai konteks yang
memberikan makna. Misalnya, sebuah teks kuno mungkin dianalisis dalam konteks
hitoris, dengan pemikiran bahwa maknanya dapat diterapkan pada masalah-masalah
masa kini. Makna itu harus dipahami oelh pemakai riset, tetapi tetap dalam
kerangka acuan pengarangnya.
Hermeneutik mengharuskan
peneliti kembali berulang-ulang ke sumber data, mengadakan dialog dengan sumber
data itu, mencoba memahami makna bagi pembuatnya, dan mencoa
mengintegrasikannya dengan makna bagi peneliti.
Dalam penelitian
hermeneutik, perbuatan manusia diperlakuakn seolah-olah memiliki struktur “tekstual”.
Peneliti dengan ancangan tersebut ikut terlibat dalam kegiatan praktis
sehari-hari dari orang-orang yang ditelitinya. Metode hermeneutik beranggapan
bahwa suatu kegiatan tertentu hanya dapat dipahami bersama dengan konteks
tempat kejadian itu muncul. Jadi hermeneutik berbeda dari metode orientasi
empiris yang menganggap sebuah kegiatan tertentu bisa dipahami sebagai sebuah
abstraksi atau satu kelompok hubungan sebab akibat.
Yang membedakan
penelitian hermeneutik dengan penelitian kualitatif lainnya adalah:
1. Masalah
dan perhatian. Hermeneutik sangat mengupayakan perolehan pemahaman yang luas
mengenai konteks data, lingkungan kemunculannya, dan yang membernya makna.
2. Sifat
pengetahuan. Hermeneutik menggunakan proses dialogis yang bersifat terbuka dan
berulang-ulang terhadap objek penelitian (teks), setiap kali dengan peningkatan
pengertian dan sebuah penafsiran yang lebih lengkap.
3. Hubungan
peneliti dan pokok penelitian. Peneliti hermeneutik sangat terlibat dalam
proses penjelasan sehingga masuk ke dalam konteks data.
No comments:
Post a Comment