Sunday, September 10, 2017

KAJIAN KEPUSTAKAN

A.    Pendahuluan
Dalam meneliti, penting untuk seorang peneliti menelaah sumber bacaan yang berkaitan fenomena yang hendak diteliti. Realita fenomena yang ditemukan setidaknya menjadi dasar acuan bagi peneliti untuk mencari sumber-sumber ilmu yang mendukung penelitian. Dengan membaca dan memahami, peneliti dapat mengembangkan materi penelitiannya, sehingga ada nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.


B.     Landasan Teori
Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar kokoh, dan bukan sekedar perbuata coba-coba. Adanya landasan teori, menjadi ciri penting bahwa penelitian yang dilakukan merupakan cara ilmiah.
Teori merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa teori adalah kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Cooper dan Schindler (2003), menyatakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang secara sistematis tersusun dan dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena (dalam Sugiyono, 2015: 80). Penulis sendiri merangkumkan makna teori sebagai alur logika yang membentuk seperangkat defenisi dan disusun secara sitematis demi untuk menjelaskan fenomena yang dihadapi.
Mark (1963) menjelaskan bahwa ada tiga macam teori yang berhubungan dengan data empiris, yakni:
1.      Teori deduktif: teori ini memberi keterangan dimulali dari perkiraan atau spekulatif tertentu kea rah data yang akan diterangkan.
2.      Teori induktif: teori ini adalah suatu cara menerangkan dari data kea rah teori.
3.      Teori fungsional: teori ini menunjukkan suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, bahwa data ,e,pengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data.
Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi yaitu untuk: 1) menjelaskan, 2) meramalkan, 3) pengendalian suatu gejala. Hoy dan Miskel (2001) mengemukakan bahwa teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan, dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan (dalam Sugiyono, 2015: 82). .Artinya bahwa ketika ada fenomena realita yang ditemui, peneliti dapat menggunakan teori untuk mengungkapkan, menejelaskan, meramalkan, dan mengendalikan gejala fenomena yang ada.
Dengan berpegang pada teori, peneliti dapat dengan yakin melakukan kegiatan meneliti. dengan meneliti tentu saja dapat mengarah pada perkembangan teori. Artinya bahwa suatu teori dapat berkembang, apabila teori yang sebelumnya telah dianggap kurang relevan atau kurang berfungsi dalam mengatasi masalah.

B.1 Fokus Teori
Focus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan  middle range theory. Teoroi subtantif digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data. Teori ini akan lebih berfokus pada objek yang diteliti. Teori formal merupakan pengembangan terhadap seperangkat konsep sebagai kekuatan.middle rang theory merupakan perpaduan antara teori subtantiv dan teori formal. Middle range theory secara prinsipnya digunakan dalam bidang sosiologi.

B.2 Deskripsi Teori
Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus memiliki teori sebagai bekaluntuk memuaskan ketidaktahuan. Seberapa Teori yang akan digunakan tentu saja tergantung dari luasnya masalah yang ditemui dan dikembangkan. Teori-teori yang dideskripsikan dalam proposal dapat digunakan sebagai indicator apakah peneliti menguasai teori dan konteks yang diteliti atau tidak. Dalam penelitian kualitatif, defenisi yang disusun dalam proposal sangat mungkin mengalami perkembangan setelah peneliti selesai mengunjungi lapangan. Teori akan dikembangkan seiring dengan masalah-masalah nyata yang dialami. Setidaknya teori-teori harus berisi tentang penjelasaan, pendefinisian, dan uraian lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan, dan prediksi terhadap fenomena akan lebih jelas.
Untuk menguasai teori, maupun generalisasi-generalisasi dari hasil penelitian, maka peneliti harus rajin membaca. Membaca dan menelaah dengan lebih dalam dan tuntas tentu saja akan menjadi dasar kuat bagi penelitian yang sedang dilakukan. Untuk dapat mebaca dengan baik, maka peneliti harus mengetahui sumber bacaan. Sumber bacaan yang baik harus memenuhi kriteria: 1) relevansi, 2) kelengkapan, 3) kemutakhiran. Relevansi berkaitan dengan kecocokan antara variabel yang diteliti dengan teori yang dikemukakan. Kelengkapan terkait dengan banyaknya bacaan yang dibaca. Kemutakhiran berkaitan dengan dimenensi waktu, semakiin baru teori, maka semakin mutakhir (terkecuali penelitian sejarah) (Sugiyono, 2015: 90).

C.    Kajian Kepustakaan
Seorang peneliti dalam meneliti tidak akan menempatkan dirinya sebagai peneliti yang melakukan sesuatu yang sama sekali baru. Masalah yang dihadapi mungkin pernah dipecahkan dengan penelitian yang sama dengan yang akan dilakukannya, meskipun berbeda lapangan (lingkungan penelitiannya). Bisa juga masalah yang sama namun cara yang digunakan untuk pemecahannya berbeda. Kenyataan-kenyataan bahwa penelitian yang hendak diteliti pernah juga diteliti oleh orang lain, tentu saja tidak boleh diabaikan. Peneliti harus memerhatikan dengan meninjau dan memadukan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait. Hal itulah yang membentuk bagian proposal yang disebut kajian kepustakaan (informasi terkait).

C.1 Tujuan Tinjauan Kepustakaan
Dalam meneliti, tentu saja tinjauan kepustakaan menjadi penting, dikarenakan dengan memperhatikan penelitian-penelitian terdahulu, maka akan membantu penulis untuk memaparkan seberapa menariknya penelitian kita dari yang terdahulu; adakah perbedaan dari penelitian terdahulu. Grinnell (1993: 389) menyebutkan bahwa tujuan dilakukannya tinjauan kepustakaan adalah (dalam Subagyo, 2004: 198):
1.      Untuk mengenal latar belakang dan sejarah masalah penelitian.
2.      Untuk menentukan cara-cara yang tepat yang dipakai dalam menyelidiki masalah.
3.      Untuk memeriksa kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan.
4.      Untuk mengembangkan kerangka kerja dan  alas an penelitian yang akan dilakukan.
Peninjauan kepustakaan adalah untuk menentukan apakah hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ditetapkan sudah cukup diselidiki atau belum. Oleh sebab itu, penelitian yang baru hendaknya dibangun di atas pengetahuan-pengetahuan yang ada. Light dan Pllemer (1984: viii) berpendapat bahwa penelitian tanpa sebuah gambaran yang jelas mengenai pengetahuan sekarang, kemungkinan besar tidak akan berguna. Jadi tinjauan kepustakaan menunjukkan hubungan penelitian yang diusulkan dengna karya-karya penelitian yang lalu yang menyelidiki topic yang sama serta menunjukkan bahwa penelitian yang diusulkan berbeda dengan yang lain, sehingga patut untuk diteliti. Kajian kepustakaan dapat membantu peneliti untuk menentukkan kepatutan penelitian. Kajian kepustakaan juga membantu peneliti dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis dan pertanyaan penelitian. Lewat tinjauan kepustakaan juga, peneliti dapat menemukan ketidaksepahaman dalam penerapan atau pengembangan teori-teori tertentu (Subagyo, 2004: 199).

C.2 Penggunaan Kepustakaan
Dalam penelitian kualitatif, kajian kepustakaan dipakai secara induktif, yaitu tidak mengarahkan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Hal itu sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat eksplanatori. Jumlah kepustakaan yang dipakai tidak selalu sama, tergantung pada jenis rancangannya.
Dalam penelitian kualitatif, kepustakaan dpakai dalam berbagai bagian proposal. Creswell (1994:23) menyebutkan bahwa pada penelitian kualitatif, umumnya kepustakaan dipakai untuk membatasi masalah penelitian dalam pendahuluan. Untuk penelitian kualitatif yang banyak menggunakan teori dan latar belakang kepustakaan, kepustakaan dapat disajikan sebagai tinjauan kepustakaan. Namun penelitian yang berdasarkan teori, kajian kepustakaan bisa disajikan diakhhir, sebagai pembanding hasil penelitian (dalam Subagyo, 2004: 200)

C.3 Proses Peninjauan Kepustakaan
Untuk meninjau kepustakaan, langkah pertama yang dilakukan adalah memilih dan menentukan laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dari pembacaan dan peringkasan laporan-laporan penelitian terdahulu, ditulislah perpaduan semua laporan yang telah dipelajari. Untuk meninjau kepustakaan dapat dijelaskan prosesnya sebagai berikut:
          1.      Menentukan kata-kata pokok
Kata-kata pokok diperlukan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari sumber informasi. Tanpa kata-kata pokok mustahil untuk kita menemukan variabel-variabel yang dicari untuk penelitian kita. Contoh kata-kata pokok: “motivasi”, “motivasi membaca alkitab”, “Motivasi belajar”, “Motivasi belajar alkitab”, “sekolah minggu”, dll.
          2.      Memilih data base dan sumber preliminary
Data base dapat berupa buku, katalog ataupun file computer. Peneliti dapat juga memanfaatkan jasa lembaga penelusuran pustaka, seperti Dialog Information Service, Inc; LIPI; atau Perpustakaan Nasional.
Sumber preliminary adalah buku acuan atau file computer dalam CD-ROM yang menunjukkan letak artikel atau memberi keterangan tentang bahan pustaka tertentu, misalnya: Religious and Theological Abstracts, New Testament Abstracts, Old Testament Abstracts dan Christian Periodical Index, Dissertation Abstracts International, Social Science Citation Index, Current Index to Journals in Education, Resource in Education, dll.
          3.      Menentukan kepustakaan
Kepustakaan harus dibatasi pemakaiannya, tetapi tidak berarti tidak perlu dibaca oleh peneliti. Kepustakaan dapat dipilah menjadi yang sangat relevan, relevan dan sekedar latar belakang.pemilahan ini akan mempengaruhi pemakaian kepustakaan, penyajiannya, dan pembacaanya.
          4.      Mendapatkan dan menganalisi kepustakaan
Setelah mendapatkan kepustakaan, maka peneliti dapat mempelajari setiap kepustakaan yang terkait dengan penelitiannya. Hal ini dimaksudkan agar informasi dapat digunakan untuk memudahkan proses penelitian. Pada saat membaca dan bersandar pada karya orang lain, peneliti harus bersifat kritis dengan tidak begitu saja membenarkan apa yang dikatakan seorang pakar, namun perlu untuk mengevaluasi artikel riset tersebut lebih dalam.
          5.      Menulis sintesis kepustakaan
Bahan-bahan yang telah dikumpulkan, dapat sejalan dan mungkin juga saling bertentangan, namun peneliti yang baik akan mampu untuk memadukanya untuk menghasilkan suatu sintesis kepustakaan yang saling terkait dengan masalah penelitian.

Berdasarkan kerangka tersebut, tinjauan kepustakaan ditulis sambil mengembangkan tingkat kerangka lebih lanjut,yang lebih kecil, bilamana bahan-bahan pustaka memang menyarankan. Disamping harus efektif dan layak untuk ilmu pengetahuan, penulisan kepustakaan hendaknya tidak berupa kumpulan perasaan, melainkan berdasarkan argumentasi logis yang saling terkait dan dapat menjelaskan penelitian yang dilakukan.  Tinjauan kepustakaan haruslah ditulis sedemikian hingga menyatakan kemampuan kritis penulis. Tinjauan kepustakaan yang disusun harus bisa membuat pembaca yakin bahwa peneliti mempunyai pengetahuan kepustakaan yang cukup luas dan mendalam sehingga layak unutk merencanakan penelitian tersebut.

No comments:

Post a Comment