A.
Pendahuluan
Dalam
meneliti, penting untuk seorang peneliti menelaah sumber bacaan yang berkaitan
fenomena yang hendak diteliti. Realita fenomena yang ditemukan setidaknya
menjadi dasar acuan bagi peneliti untuk mencari sumber-sumber ilmu yang
mendukung penelitian. Dengan membaca dan memahami, peneliti dapat mengembangkan
materi penelitiannya, sehingga ada nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.
B.
Landasan
Teori
Setiap
penelitian selalu menggunakan teori. Landasan teori perlu ditegakkan agar
penelitian mempunyai dasar kokoh, dan bukan sekedar perbuata coba-coba. Adanya
landasan teori, menjadi ciri penting bahwa penelitian yang dilakukan merupakan
cara ilmiah.
Teori merupakan
seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat
fenomena secara sistematik, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena. Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa teori adalah
kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena
secara sistematik. Cooper dan Schindler (2003), menyatakan bahwa teori adalah
seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang secara sistematis tersusun dan
dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena (dalam Sugiyono,
2015: 80). Penulis sendiri merangkumkan makna teori sebagai alur logika yang
membentuk seperangkat defenisi dan disusun secara sitematis demi untuk
menjelaskan fenomena yang dihadapi.
Mark (1963)
menjelaskan bahwa ada tiga macam teori yang berhubungan dengan data empiris,
yakni:
1. Teori
deduktif: teori ini memberi keterangan dimulali dari perkiraan atau spekulatif
tertentu kea rah data yang akan diterangkan.
2. Teori
induktif: teori ini adalah suatu cara menerangkan dari data kea rah teori.
3. Teori
fungsional: teori ini menunjukkan suatu interaksi pengaruh antara data dan
perkiraan teoritis, bahwa data ,e,pengaruhi pembentukan teori dan pembentukan
teori kembali mempengaruhi data.
Secara umum,
teori mempunyai tiga fungsi yaitu untuk: 1) menjelaskan, 2) meramalkan, 3)
pengendalian suatu gejala. Hoy dan Miskel (2001) mengemukakan bahwa teori
berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan, dan memprediksi perilaku yang
memiliki keteraturan (dalam Sugiyono, 2015: 82). .Artinya bahwa ketika ada
fenomena realita yang ditemui, peneliti dapat menggunakan teori untuk
mengungkapkan, menejelaskan, meramalkan, dan mengendalikan gejala fenomena yang
ada.
Dengan berpegang
pada teori, peneliti dapat dengan yakin melakukan kegiatan meneliti. dengan
meneliti tentu saja dapat mengarah pada perkembangan teori. Artinya bahwa suatu
teori dapat berkembang, apabila teori yang sebelumnya telah dianggap kurang
relevan atau kurang berfungsi dalam mengatasi masalah.
B.1
Fokus Teori
Focus teori
dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan middle range theory. Teoroi subtantif
digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data.
Teori ini akan lebih berfokus pada objek yang diteliti. Teori formal merupakan
pengembangan terhadap seperangkat konsep sebagai kekuatan.middle rang theory
merupakan perpaduan antara teori subtantiv dan teori formal. Middle range
theory secara prinsipnya digunakan dalam bidang sosiologi.
B.2
Deskripsi Teori
Semua penelitian
bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti harus memiliki teori sebagai
bekaluntuk memuaskan ketidaktahuan. Seberapa Teori yang akan digunakan tentu
saja tergantung dari luasnya masalah yang ditemui dan dikembangkan. Teori-teori
yang dideskripsikan dalam proposal dapat digunakan sebagai indicator apakah
peneliti menguasai teori dan konteks yang diteliti atau tidak. Dalam penelitian
kualitatif, defenisi yang disusun dalam proposal sangat mungkin mengalami
perkembangan setelah peneliti selesai mengunjungi lapangan. Teori akan
dikembangkan seiring dengan masalah-masalah nyata yang dialami. Setidaknya
teori-teori harus berisi tentang penjelasaan, pendefinisian, dan uraian lengkap
dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan, dan
prediksi terhadap fenomena akan lebih jelas.
Untuk menguasai
teori, maupun generalisasi-generalisasi dari hasil penelitian, maka peneliti
harus rajin membaca. Membaca dan menelaah dengan lebih dalam dan tuntas tentu
saja akan menjadi dasar kuat bagi penelitian yang sedang dilakukan. Untuk dapat
mebaca dengan baik, maka peneliti harus mengetahui sumber bacaan. Sumber bacaan
yang baik harus memenuhi kriteria: 1) relevansi, 2) kelengkapan, 3)
kemutakhiran. Relevansi berkaitan dengan kecocokan antara variabel yang
diteliti dengan teori yang dikemukakan. Kelengkapan terkait dengan banyaknya
bacaan yang dibaca. Kemutakhiran berkaitan dengan dimenensi waktu, semakiin
baru teori, maka semakin mutakhir (terkecuali penelitian sejarah) (Sugiyono,
2015: 90).
C.
Kajian
Kepustakaan
Seorang peneliti
dalam meneliti tidak akan menempatkan dirinya sebagai peneliti yang melakukan
sesuatu yang sama sekali baru. Masalah yang dihadapi mungkin pernah dipecahkan
dengan penelitian yang sama dengan yang akan dilakukannya, meskipun berbeda
lapangan (lingkungan penelitiannya). Bisa juga masalah yang sama namun cara
yang digunakan untuk pemecahannya berbeda. Kenyataan-kenyataan bahwa penelitian
yang hendak diteliti pernah juga diteliti oleh orang lain, tentu saja tidak
boleh diabaikan. Peneliti harus memerhatikan dengan meninjau dan memadukan
penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait. Hal itulah yang membentuk bagian
proposal yang disebut kajian kepustakaan (informasi terkait).
C.1
Tujuan Tinjauan Kepustakaan
Dalam meneliti,
tentu saja tinjauan kepustakaan menjadi penting, dikarenakan dengan
memperhatikan penelitian-penelitian terdahulu, maka akan membantu penulis untuk
memaparkan seberapa menariknya penelitian kita dari yang terdahulu; adakah
perbedaan dari penelitian terdahulu. Grinnell (1993: 389) menyebutkan bahwa
tujuan dilakukannya tinjauan kepustakaan adalah (dalam Subagyo, 2004: 198):
1. Untuk
mengenal latar belakang dan sejarah masalah penelitian.
2. Untuk
menentukan cara-cara yang tepat yang dipakai dalam menyelidiki masalah.
3. Untuk
memeriksa kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan penyelidikan-penyelidikan
yang telah dilakukan.
4. Untuk
mengembangkan kerangka kerja dan alas an
penelitian yang akan dilakukan.
Peninjauan
kepustakaan adalah untuk menentukan apakah hipotesis atau pertanyaan penelitian
yang ditetapkan sudah cukup diselidiki atau belum. Oleh sebab itu, penelitian
yang baru hendaknya dibangun di atas pengetahuan-pengetahuan yang ada. Light
dan Pllemer (1984: viii) berpendapat bahwa penelitian tanpa sebuah gambaran
yang jelas mengenai pengetahuan sekarang, kemungkinan besar tidak akan berguna.
Jadi tinjauan kepustakaan menunjukkan hubungan penelitian yang diusulkan dengna
karya-karya penelitian yang lalu yang menyelidiki topic yang sama serta
menunjukkan bahwa penelitian yang diusulkan berbeda dengan yang lain, sehingga
patut untuk diteliti. Kajian kepustakaan dapat membantu peneliti untuk
menentukkan kepatutan penelitian. Kajian kepustakaan juga membantu peneliti
dalam mengembangkan hipotesis-hipotesis dan pertanyaan penelitian. Lewat
tinjauan kepustakaan juga, peneliti dapat menemukan ketidaksepahaman dalam
penerapan atau pengembangan teori-teori tertentu (Subagyo, 2004: 199).
C.2
Penggunaan Kepustakaan
Dalam
penelitian kualitatif, kajian kepustakaan dipakai secara induktif, yaitu tidak
mengarahkan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Hal itu sesuai dengan tujuan
penelitian yang bersifat eksplanatori. Jumlah kepustakaan yang dipakai tidak
selalu sama, tergantung pada jenis rancangannya.
Dalam
penelitian kualitatif, kepustakaan dpakai dalam berbagai bagian proposal.
Creswell (1994:23) menyebutkan bahwa pada penelitian kualitatif, umumnya
kepustakaan dipakai untuk membatasi masalah penelitian dalam pendahuluan. Untuk
penelitian kualitatif yang banyak menggunakan teori dan latar belakang
kepustakaan, kepustakaan dapat disajikan sebagai tinjauan kepustakaan. Namun
penelitian yang berdasarkan teori, kajian kepustakaan bisa disajikan diakhhir,
sebagai pembanding hasil penelitian (dalam Subagyo, 2004: 200)
C.3
Proses Peninjauan Kepustakaan
Untuk meninjau
kepustakaan, langkah pertama yang dilakukan adalah memilih dan menentukan laporan-laporan
penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dari
pembacaan dan peringkasan laporan-laporan penelitian terdahulu, ditulislah
perpaduan semua laporan yang telah dipelajari. Untuk meninjau kepustakaan dapat
dijelaskan prosesnya sebagai berikut:
1. Menentukan
kata-kata pokok
Kata-kata
pokok diperlukan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari sumber informasi.
Tanpa kata-kata pokok mustahil untuk kita menemukan variabel-variabel yang
dicari untuk penelitian kita. Contoh kata-kata pokok: “motivasi”, “motivasi
membaca alkitab”, “Motivasi belajar”, “Motivasi belajar alkitab”, “sekolah
minggu”, dll.
2. Memilih
data base dan sumber preliminary
Data
base dapat berupa buku, katalog ataupun file computer. Peneliti dapat juga
memanfaatkan jasa lembaga penelusuran pustaka, seperti Dialog Information Service, Inc; LIPI; atau Perpustakaan Nasional.
Sumber
preliminary adalah buku acuan atau file computer dalam CD-ROM yang menunjukkan
letak artikel atau memberi keterangan tentang bahan pustaka tertentu, misalnya:
Religious and Theological Abstracts, New Testament Abstracts, Old Testament
Abstracts dan Christian Periodical Index, Dissertation Abstracts International,
Social Science Citation Index, Current Index to Journals in Education, Resource
in Education, dll.
3. Menentukan
kepustakaan
Kepustakaan
harus dibatasi pemakaiannya, tetapi tidak berarti tidak perlu dibaca oleh
peneliti. Kepustakaan dapat dipilah menjadi yang sangat relevan, relevan dan
sekedar latar belakang.pemilahan ini akan mempengaruhi pemakaian kepustakaan,
penyajiannya, dan pembacaanya.
4. Mendapatkan
dan menganalisi kepustakaan
Setelah
mendapatkan kepustakaan, maka peneliti dapat mempelajari setiap kepustakaan
yang terkait dengan penelitiannya. Hal ini dimaksudkan agar informasi dapat
digunakan untuk memudahkan proses penelitian. Pada saat membaca dan bersandar
pada karya orang lain, peneliti harus bersifat kritis dengan tidak begitu saja
membenarkan apa yang dikatakan seorang pakar, namun perlu untuk mengevaluasi
artikel riset tersebut lebih dalam.
5. Menulis
sintesis kepustakaan
Bahan-bahan
yang telah dikumpulkan, dapat sejalan dan mungkin juga saling bertentangan,
namun peneliti yang baik akan mampu untuk memadukanya untuk menghasilkan suatu
sintesis kepustakaan yang saling terkait dengan masalah penelitian.
Berdasarkan kerangka tersebut,
tinjauan kepustakaan ditulis sambil mengembangkan tingkat kerangka lebih
lanjut,yang lebih kecil, bilamana bahan-bahan pustaka memang menyarankan.
Disamping harus efektif dan layak untuk ilmu pengetahuan, penulisan kepustakaan
hendaknya tidak berupa kumpulan perasaan, melainkan berdasarkan argumentasi
logis yang saling terkait dan dapat menjelaskan penelitian yang dilakukan. Tinjauan kepustakaan haruslah ditulis
sedemikian hingga menyatakan kemampuan kritis penulis. Tinjauan kepustakaan
yang disusun harus bisa membuat pembaca yakin bahwa peneliti mempunyai
pengetahuan kepustakaan yang cukup luas dan mendalam sehingga layak unutk
merencanakan penelitian tersebut.
No comments:
Post a Comment